Oleh: Ashari Thamrin M, SS
Pilwalkot Palopo telah usai. KPUD Palopo pun telah merampungkan semua tugasnya. Kendati demikian, konstalasi politik di Kota tercinta ini ternyata belum usai. Tagihan “kue dan hidangan politik” kepada pemenang pilwalkot sebagai balas jasa atas dukungan mereka saat suksesi lalu, mulai merebak.
Pahlawan kesiangan yang merasa diri paling berjasa atas kemenangan itu berteriak paling kencang. Isu mutasi pun sengaja ditiupkan untuk mengganjal beberapa pejabat yang tidak mendukung incumbent saat suksesi lalu, agar tidak ikut larut dalam pembagian ‘kue dan hidangan’. Ya…, persaingan para pahlawan kesiangan. Persaingan tingkat bawah untuk mempertontonkan siapa yang paling bagus cara ‘menjilatnya’.
Ada beberapa alasan logis untuk melalukan mutasi. Mengisi jabatan yang lowong adalah alasan paling logis untuk kebutuhan itu. Alasan logis lain yang pantas dijadikan acuan dapat berupa rotasi untuk penyegaran, kapasitas pejabat, kompetensi pejabat, partisipasi serta aspirasi yang serba minim dari seorang pejabat. Mutasi pun dilakukan berdasarkan juklak, dan semuanya bermuara pada prinsip Efektifitas : The right man on the right job. (Orang yang tepat pada jabatan yang tepat).
Namun mutasi pejabat yang digelar untuk menuntaskan dendam politik lantaran tidak mendukung saat suksesi, kemanakah kita harus mencari juklak dan rujukannya? Tidak satupun! Yang ada justru larangan mengambil keputusan berdasarkan dendam (kebencian) yang dapat kita lihat dalam Surah Al-Maaidah (Hidangan) ayat 8. Artinya sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Loyalitas
Keputusan memutasi pejabat adalah Hak Prerogatif penentu kebijakan. Namun mutasi atas dasar dendam politik sebagai ‘hukuman’ atas perselingkuhan politik bukan hanya tidak adil, tapi juga akan menunjukkan sikap yang beringas. Semua itu akan mengikis habis kepercayaan masyarakat. Pencitraan positif pemenang pilwalkot yang susah payah dibangun sejak beberapa tahun silam, akan memudar seiring dengan kebijakan-kebijakan yang tidak populer seperti itu. Kesan yang ditimbulkannya pun sangat kekanak-kanakan dan tidak berjiwa besar. Public pun akan bertanya-tanya: Seperti inikah yang disebut dengan sikap negarawan?
Mendukung atau tidak mendukung pemenang pilwalkot saat suksesi bukanlah bentuk loyalitas murni. Defenisi loyalitas untuk masing-masing orang sangat beragam, dan sangat dipengaruhi latar belakang masing-masing orang. Loyalitas yang diartikan secara sederhana sebagai kesetiakawanan, dapat kita pahami maknanya secara sederhana pula dengan bertanya pada seorang suami atau istri atau pacar yang doyan selingkuh.
Loyalitas sejati hanya dapat diuji dengan waktu yang terus melaju. Loyalitas seorang bawahan terhadap atasan umumnya bersifat relatif dan tendensius. Loyalitas sejati seorang pejabat, dapat diukur dengan tingkat pelayanannya terhadap public, bukan atas dasar dukung atau tidak mendukung saat pilwalkot. Semua hal itu dapat diuji melalui eksperimen dan penelitian. Hanya saja, bukan waktunya lagi melakukan eksperimen untuk membuktikan hal tersebut. Apalagi, telah banyak penelitian yang telah dilakukan sebagai rujukan untuk hal itu.
‘Parkir’
Kalau mau lebih profesional, proporsional dan aspiratif, pejabat yang mendukung pemenang pilwalkot saat suksesi lalu, namun tidak menunjukkan prestasinya, eksistensinya, kompetensinya, partisipasinya, serta kurang aspiratif di bidang yang diembannya terhadap pelayanan public, justru itulah yang harus dipertimbangkan terlebih dulu untuk di ‘parkir’.
Air susu dibalas air tuba? Ow…, sama sekali bukan. Kemenangan yang diraih pemenang Pilwalkot beberapa waktu lalu adalah murni kemenangan public, bukan kemenangan segelintir oknum yang merasa dirinya pahlawan. Kebanyakan orang dan beberapa tokoh masyarakat di Kota ini bahkan mengatakan : “Tanpa kampanye pun Paket Tentram akan menang”.
Atas dasar itu, maka tidak ada alasan logis menempatkan pejabat di masing-masing bidang secara tidak proporsional, apalagi jika hanya berdasar pada ‘balas jasa politik’ versus ‘dendam politik’? Hal itu justru menodai kepercayaan rakyat. Public tentu tidak mau ambil pusing siapa yang menduduki jabatan apa. Yang mereka peduli hanyalah bagaimana hak-hak mereka terpenuhi dan bagaimana mereka diberi pelayanan yang memadai dari pejabat berwenang. Semuanya demi memperlancar urusan birokrasi, atau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Tidak lebih!
Kalau untuk urusan yang satu ini, sangat mudah membuktikannya. Sebar saja ke masyarakat sebuah Angket yang memuat 2 option sebagai berikut :
a. Saya memilih dilayani oleh pejabat dari gerbong incumbent, meskipun tidak capable.
b. Saya memlih dilayani oleh pejabat yang capable, meskipun bukan dari gerbong incumbent.
Kira-kira option mana yang akan banyak dipilih? Ha ha…, sebelum angket disebar, kita-kita sudah dapat memprediksi, paling kurang 99% masyarakat memilih option (b). Sisanya option (a) yang 1%, akan dipilih oleh orang yang gila jabatan. Ada yang protes: Angketnya kurang bermutu! Ow, untuk urusan seperti itu, tidak butuh angket yang berkualitas. Apalagi penentu kebijakan telah mengantongi option (c) : Saya memilih dilayani oleh pejabat dari gerbong incumbent yang capable.
Masih belum puas? Sebar lagi satu angket. Optionnya sebagai berikut:
a. Saya memilih dilayani oleh pejabat dari gerbong incumbent yang loyal terhadap incumbent, meskipun tidak loyal terhadap janji-janji politik incumbent.
b. Saya memilih dilayani oleh pejabat yang loyal terhadap janji-janji politik incumbent, meskipun tidak loyal terhadap incumbent.
c. Saya memilih dilayani oleh pejabat dari gerbong incumbet, yang loyal terhadap incumbent, dan loyal terhadap janji-janji politik incumbent.
Kira-kira bagaimana hasilnya? Option a hanya akan dipilih oleh para penjilat. Option b akan dipilih oleh peselingkuh politik dan pendukungnya, serta masyarakat yang menjunjung tinggi netralitas dan tidak mengharapkan adanya kompromi dan konspirasi kepentingan. Penentu Kebijakan tentu saja lebih cenderung memilih option c.
Keteladanan
Sungguh sangat disayangkan, ketika kebanyakan orang tengah memikirkan kepentingan global dan kebangkitan nasional, justru masih ada saja segelintir orang yang hanya memikirkan isi perut sendiri. Rebutan hidangan (Maa’idah) dan kue politik bukanlah karakter asli masyarakat bugis makassar. Karakter asli masyarakat kita adalah seperti apa yang dicontohkan oleh Mendiang Sophan Sophiaan, yang rela melepas Hidangan dan Kue politiknya, apabila dia merasa tidak sanggup menselaraskan kata dan perbuatan, dan tidak sanggup memenuhi janji-janji politik.
Sebagai masyarakat yang awam politik, kita juga patut memberi apresiasi yang tinggi terhadap kebesaran jiwa yang dicontohkan mendiang Bapak Kamrul Kasim, yang tetap memberi amanah kepada Yang Terhormat Bapak Judas Amir saat periode jabatannya. Begitu juga kepada Yang Terhormat Bapak Basmin Mattayang yang tetap percaya tanpa embel-embel atas kapasitas yang dimiliki Yang Terhormat, Bapak Ansar Pandaka. Pak Kamrul dan Pak Basmin, telah memberi teladan yang kongkrit bagaimana berjiwa besar dengan cara “mengubur dendam politik” terhadap kelompok yang berseberangan dengan mereka. Terima kasih yang setulus-tulusnya atas pembelajaran itu.
Bagi pejabat yang menjadi sasaran mutasi, juga bukan pada tempatnya untuk dihantui perasaan takut. Jabatan bukanlah sebuah syarat mutlak untuk melakukan pengabdian terhadap public, tapi sekedar alat dan kesempatan untuk memberi pengabdian terbaik kepada public. Mutasi bukanlah mutilasi. Kalau pun dapat giliran mutasi, tidak perlu frustasi, juga tidak perlu berkecil hati. Mutasi bukanlah akhir dari segalanya. Ada baiknya mengintrospeksi diri, mengevaluasi kompetensi diri, Prestasi diri, Eksistensi diri, tingkat aspirasi diri dan partisipasi diri terhadap bawahan dan public yang selama ini menjadi objek pengabdian dan pelayanan Anda.
Sebagai penutup, masyarakat tentu berharap agar tidak terbersit sedikitpun penyesalan dihati mereka yang telah terlanjur mejatuhkan pilihan saat Pilwalkot lalu. Jangan sampai hanya lantaran mutasi yang dilandasi balas jasa dan dendam politik, pelayanan public jadi kacau balau, dan akhirnya memupuskan harapan-harapan masyarakat.
Pertanyaan yang patut dijawab saat ini oleh Yang Terhormat Pemenang Pilwalkot adalah : Seperti apakah Bapak berdua ingin dikenang oleh Masyarakat Kota Palopo untuk 5 tahun ke depan, utamanya saat mengakhiri masa jabatan ini?
Dengan membaca Ta’awudz, Basmalah, Surah Al-Ikhlash, Surah Al-Falaq, dan Surah An-Nas di setiap pengambilan keputusan, Insya Allah terhindar dari segala bisikan syaitan yang terkutuk, baik syaitan yang benar-benar syaithan maupun syaithan yang berwujud manusia.
Selamat bertugas kepada Bapak Drs. HPA. Tenriadjeng, M.Si dan Bapak Ir. H. Rahmat Masri Bandaso, M.Si. Maju terus Kota Idamanku!
==============
*) Opini ini dimuat di harian Suara Sawerigadin pada bulan Mei 2008
Top Restaurants Near Wynn Casino | MapyRO
BalasHapusBest Casino Near Wynn Casino in 평택 출장마사지 Las Vegas · Mohegan 영천 출장마사지 Sun · 김천 출장마사지 Virgin 김포 출장마사지 Hotels Las Vegas · Wynn 창원 출장샵 Macau Hotel & Casino · Paris Las Vegas.